Aceh Terancam Kehilangan Sejarah

Bookmark and Share




KEBERADAAN situs sejarah Kerajaan Lamuri atau yang dikenal dengan nama Lamreh, yang merupakan cikal bakal munculnya Kota Banda Aceh Darussalam, terancam punah. Pasalnya Pemerintahan Kabupaten Aceh besar saat ini sudah menyetujui kesepakatan perjanjian menjual area yang penuh dengan artefak sejarah ini kepada investor untuk menjadikannya sebagai lahan lapangan golf.



Sekretaris Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (MAPESA), Muhajir mengatakan pihaknya sungguh menyesalkan adanya kesepakatan perjanjian yang sudah dilakukan oleh Pemkab Aceh Besar, karena hal ini akan menghilangkan bukti sejarah dari Kerajaan Aceh.



"Kami sudah berkomunikasi langsung dengan Bapak Penjabat Bupati Aceh Besar dan beliau sendiri mengakui bahwa pihak Pemkab Aceh Besar memang sudah mengeluarkan izin untuk pembangunan lapagan golf tersebut, dan ini sungguh kami sesalkan," jelas Muhajir, dalam temu wartawan di Banda Aceh, Selasa (19/6/2012).



Menurut Muhajir, kawasan Lamreh merupakan situs sejarah cikal bakal berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam, dan ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan sejumlah artefak yang menunjukkan aktifitas kehidupan saat itu.



"Areal perbukitan Lamreh itu luasnya lebih kurang 200 hektar, dan sebanyak 100 hektar akan dijadikan lapangan golf. Ironisnya lahan yang dipilih adalah lahan dimana bukti-bukti situs sejarah itu berada," katanya.



Selain itu, tambah Muhajir, ironisnya, beberapa masyarakat yang sudah mengklaim sebagian lahan itu milik mereka, juga sudah menyetujui untuk menjual lahan kepada investor yang akan membangun lapangan golf tersebut dengan harga jual Rp 17 ribu per meternya," jelas Muhajir.



Menurut Muhajir, MAPESA sangat mengharapkan lahan perbukitan Lamreh ini bisa dijadikan kawasan Heritage Lamreh sebagai pusat kajian arkeologi dan sejarah aceh.



Senada dengan itu, dalam kesempatan yang sama, Arkeolog Muda Deddy Satria menjelaskan bahwa beberapa artefak yang ditemukan dikawasan Lamreh ini memang merupakan bukti sejarah Kerjaan Lamuri, yang konon pada abad ke-11 merupakan kawasan perdagangan segi tiga emas, bersama Kerajaan Barus dan Kerajaan Samudera Pasai.



"Jadi kawasan segi tiga emas ini adalah Barus, Samudera Pasai dan Lamuri, selain menjadi pusat perdagangan, kawasan ini juga merupakan pusat penyebaran agama Islam dimana ulama-ulama dari jazirah Arab dan Persia melakukan perjalanan dan perdagangan disana," jelas Deddy.



Lulusan Universitas Gadjah Mada ini juga mengakui bahwa beberapa bukti sejarah perdagangan itu kini sudah banyak ditemukan, diantaranya Koin Perunggu bernama Tang Bao yang merupakan alat tukar dimasa dinasti Sung di China. "Dan koin ini juga digunakan sebagai alat tukar oleh para pedagang dari Arab dan Persia," katanya.



Beberapa artefak lainnya yang ditemukan di kawasan Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar ini adalah Kaca berwarna Biru Turcois yang berasal dari Nizapoor, Iran, tembikar merah buatan Tamil, tembikar berupa peralatan makan dan tempayan air yang berasal dari China, hingga pecahan porselen yang diperkirakan diproduksi pada masa Kaisar Ceng Ho. "Selain itu yang masih bisa dilihat juga adalah adanya nisan-nisan para anggota kerajaan yang masih bisa dibaca," jelas Deddy. |