DARI GARUDA HINGGA PIRAMIDA: MEMBANGUN TATA DUNIA BARU

Bookmark and Share


DARI GARUDA HINGGA PIRAMIDA: MEMBANGUN TATA DUNIA BARU

Sebagai negara berperadaban tinggi sejak masa lalu, terbukti dari ditemukannya piramida raksasa peninggalan masa kejayaan Firaun, Gamal Abdel Nasser, Presiden Republik Arab Mesir, telah berupaya membentuk tatanan dunia baru yang bercirikan anti kolonialisme dan anti imperialisme. Konsekuensinya adalah hak setiap bangsa untuk memperoleh kemerdekaannya, khususnya bagi negara-negara “Dunia Ketiga” sehingga dapat melepaskan diri dari kolonialisme dan imperialisme bangsa asing.

Presiden Nasser bersahabat baik dengan Presiden Republik Indonesia (RI), Ahmad Soekarno, yang tampak dari eratnya hubungan diplomatik kedua negara dibawah pemerintahan keduanya. Kedua pemimpin merupakan penggagas Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non-Blok (GNB) yang menjadi wadah berkumpulnya negara-negara “Dunia Ketiga” yang baru saja merdeka dan lepas dari penjajahan bangsa asing, serta negara-negara yang tidak ingin berpihak kepada Blok Barat maupun Blok Timur. Eratnya hubungan diplomatik antara kedua negara ditandai dengan penghargaan yang tulus dari Rakyat dan Pemerintah Mesir terhadap Presiden Soekarno, hal ini tampak dari dikenalnya ‘Jalan Ahmad Soekarno’, ‘Mangga Soekarno’, dan ‘Ahmad Soekarno’.


Presiden Soekarno tercatat pernah membawa sebatang bibit unggul mangga cangkokan dari Indonesia untuk diserahkan kepada sahabatnya, Presiden Nasser. Hal ini terungkap dari informasi yang diberikan oleh Menteri Pertanian Mesir, Dr. Yousef Wali, saat kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003. Masyarakat Mesir mengenal mangga tersebut dengan nama ‘Mangga Soekarno’, yang menurut petani Mesir memiliki sejumlah keunggulan seperti daging tebal, biji kecil, serta rasa manis dan harum.[1]



Gen ‘Mangga Soekarno’ telah dimodifikasi oleh para ahli pertanian di ‘Negeri Piramida’ itu sehingga mampu tumbuh di lahan pertanian seekstrim apapun dengan hanya sedikit air. Meskipun lahan pertanian Mesir didominasi oleh padang pasir yang gersang dan tandus, namun jenis ‘Mangga Soekarno’ ini umumnya dapat tumbuh baik di perkebunan Mesir seperti Cairo Alexandria desert road dan Cairo Ismailia plantation.[2]


Diplomasi Mangga ala Presiden Soekarno dapat dimaknai sebagai simbol dari kesamaan harapan dan cita-cita antara bangsa Indonesia dan Mesir untuk menjadi negara yang berdaulat, merdeka, dan sederajat dengan bangsa-bangsa lainnya. Diplomasi ‘Mangga Soekarno’ juga dapat dipahami sebagai ajakan dan dorongan agar pemerintah dan rakyat kedua bangsa senantiasa berjuang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai macam ancaman, tantangan dan hambatan yang ada. Sehingga rakyat dan pemerintah di kedua negara dapat mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatannya.


Sebagai negara merdeka dan berdaulat serta baru saja lepas dari penjajahan bangsa asing, Mesir dan Indonesia tentu harus mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa. Kedua negara harus memperkuat hubungan diplomatik dan bilateralnya agar dapat saling bahu-membahu dalam menghadapi berbaai macam ancaman, tantangan dan hambatan. Salah satu simbol persahabatan dan hubungan erat kedua negara terlihat jelas dari ‘Jalan Ahmad Soekarno’ di Mesir.



‘Jalan Ahmad Soekarno’ yang dalam bahasa Arab tertulis Syari’ Ahmad Soekarno terletak bersebelahan dengan Jalan Sudan di daerah Kit-Kat Agouza Geiza. Jalan ini bisa dicapai dari kawasan mahasiswa di al-Hay al-Asyir (Sektor 10), Madinat al-Nashr (Nasr City), dengan menaiki bus hijau nomor 109 dan 167. Presiden pertama RI itu lebih dikenal di Mesir dengan nama Ahmad Soekarno. Penambahan nama ‘Ahmad’ dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia di Mesir untuk memperkuat nuansa ke-Islam-an Presiden Soekarno, agar seragam dengan nama Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta.[3]


Tidak sekedar nama jalan, ‘Ahmad Soekarno’ pun banyak dijadikan nama oleh rakyat Mesir untuk anaknya karena kagum terhadap perjuangan Presiden Soekarno yang berhasil menyelenggarakan KAA dan membentuk GNB. Salah satunya adalah Prof. Dr. Ahmed Sokarno Abdel Hafiz, Dekan Fakultas Sastera Universitas Aswan. Beliau merasa sangat bangga memiliki kesamaan nama dengan Proklamator Bangsa Indonesia itu dan mengharapkan berkah Soekarno akan menghinggapi dirinya juga.[4]



Digunakannya ‘Ahmad Soekarno’ sebagai nama jalan dan orang di Mesir dapat dimaknai sebagai suatu penghargaan yang tulus dari rakyat dan pemerintah Mesir terhadap jasa-jasa proklamator kemerdekaan RI itu. Penamaan tersebut merupakan apresiasi terhadap usaha-usaha ‘Bung Karno’ dalam mempererat hubungan diplomatik dan persahabatan diantara negara-negara “Dunia Ketiga” dalam organisasi-organisasi internasional seperti KAA dan GNB. Sehingga pemerintah dan rakyat Mesir telah terhubung dengan berbagai gagasan dan ide besar ‘Bung Karno’.


Persahabatan Indonesia – Mesir mencapai puncaknya di masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Nasser. Presiden Soekarno bahkan tercatat melakukan kunjungan persahabatan dan diplomatik ke Mesir sebanyak 6 kali yakni pada tahun 1955, 1958, 1960, 1961, 1964, dan 1965. Proklamator Kemerdekaan Negeri Garuda itu untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Negeri Piramida dan mendapat sambutan luar biasa dari Perdana Menteri Nasser, jajaran pemerintah, dan rakyat Mesir pada umumnya.[5]


Kunjungan Presiden Soekarno hingga 6 kali ke Mesir terkait erat dengan kerjasama strategis kedua negara dalam berbagai bidang, terutama dalam upaya penyelenggaraan KAA dan pembentukan GNB. Kesamaan pandangan mengenai hak atas kemerdekaan setiap bangsa dan sikap anti kolonialisme yang dimiliki oleh Presiden Soekarno dan Presiden Nasser telah melandasi hubungan baik diantara kedua negara. Semangat ini pula yang mendorong keduanya untuk melahirkan KAA di Bandung pada tahun 1955 yang kemudian menjadi embrio pembentukan GNB pada Tahun 1961.[6]


Presiden Soekarno dan Presiden Nasser bersama-sama dengan Perdana Menteri India, Pandit Jawaharlal Nehru, Presiden Yugoslavia, Joseph Broz Tito, dan Presiden Ghana, Kwane Nkrumah, telah membentuk GNB yang bertujuan mengusung gerakan anti kolonialisme dan menggalang kekompakan diantara sesama negara “Dunia Ketiga”. GNB dikobarkan di tengah-tengah Perang Dingin (Cold War) yang terjadi antara Blok Barat dengan Blok Timur. Konferensi Tingkat Tinggi GNB pertama kali digelar di Beograd, Yugoslavia, pada Tahun 1961.[7]

Dari Piramida hingga Garuda, Presiden Soekarno dan Presiden Nasser telah berhasil mewujudkan sebuah tatanan dunia baru dalam wadah GNB yang mengusung prinsip-prinsip anti kolonialisme dan hak kemerdekaan atas setiap bangsa. GNB yang berawal dari kesepakatan ‘Dasasila Bandung’ dalam KAA juga berhasil menggalang kekompakan diantara sesama negara “Dunia Ketiga” sehingga kerjasama diantara anggota GNB semakin erat. Sedangkan KAA telah berhasil mendorong kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah serta turut aktif mewujudkan perdamaian dunia.
1] Masykur A. Baddal, “Hebat, Mangga Soekarno Tumbuh Subur di Gurun Mesir,” 24 Januari 2012, 12:52, http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/01/24/hebat-mangga-soekarno-tumbuh-subur-di-gurun-

[2] Ibid.

[3] Fahrurrozi Zawawi, “Nama Jalan Ahmad Soekarno di Mesir,” Minggu, 14 agustus 2011, http://fahrurrozizawawi.wordpress.com/2011/08/14/nama-jalan-ahmad-soekarno-di-mesir/

[4] Masykur A. Baddal, “Soekarno Tetap Eksis di Hati Rakyat Mesir,” Harian Online Kabar Indonesia, 22 Januari 2012, 23:40:50 WIB http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Soekarno+Tetap+Eksis+di+Hati+Rakyat+Mesir


[5] Fahrurrozi Zawawi, Op. Cit.

[6] “Indonesia - Mesir Peringati 63 Tahun Hubungan Diplomatik,” Global Future Institue, 14-06-2010, http://www.deplu. go.id/Pages/News.aspx?IDP=3621&l=id

[7] “Bagi Warga Mesir, Bung Karno Adalah Ahmad Soekarno”, Selasa, 28 Februari 2012, http://centerpoint.co.id/

Muhammad Ibrahim Hamdani