Nuruddin Ar-Raniri, Tokoh Pembaru Islam di Aceh (4-habis)

Bookmark and Share



Nuruddin Ar-Raniri, Tokoh Pembaru Islam di Aceh (4-habis)



Ilustrasi

Setelah beberapa tahun mengajar agama dan diangkat sebagai seorang Syekh Tarekat Rifaiyah di India, Ar-Raniri memutuskan merantau ke wilayah Nusantara dengan memilih Aceh sebagai tempat menetap.

Waktu kedatangan Ar-Raniri di Aceh diperkirakan pada 31 Mei 1637 M atau bertepatan dengan 6 Muharram 1047 H. Namun, waktu kedatangan ar-Raniri di wilayah Aceh itu hingga kini masih diragukan oleh sejumlah pihak.

Ada dua keraguan yang menyebabkan hal itu. Pertama, jika dilihat dari kemahirannya dalam berbahasa Melayu sebagaimana ditunjukkan dalam kitab-kitabnya, sangat mustahil Ar-Raniri baru ke Aceh pada tahun 1637.

As-Sirat Al-Mustaqim misalnya, yang berbahasa Melayu telah disusunnya pada tahun 1634. Keraguan kedua, jumlah karyanya yang menyampai 29 buku tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dalam waktu tujuh tahun selama di Aceh (1637-1644 M).

Selain itu, hingga kini belum diketahui secara pasti sebab-sebab yang mendorong dia memilih Aceh. Pilihan ini diduga karena Aceh ketika itu sedang berkembang menjadi pusat perdagangan, kebudayaan, dan politik serta pusat studi agama Islam di kawasan Asia Tenggara, menggantikan Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis.

Adapun kemungkinan lainnya, Ar-Raniri mengikuti jejak pamannya yang telah tiba di Aceh pada 1588 M. Setelah menetap di Aceh, Ar-Raniri dikenal sebagai seorang ulama dan penulis yang produktif. Ia banyak menulis kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu agama, seperti fikih, hadis, akidah, sejarah, filsafat, perbandingan agama, dan lain-lain.

Dalam bidang fikih misalnya, bukunya yang terkenal adalah As-Sirat Al-Mustaqim (Jalan Lurus). Buku ini membicarakan berbagai masalah ibadah, antara lain shalat, puasa, dan zakat.

Ar-Raniri juga dikenal sebagai ulama yang berjasa dalam menyebarluaskan bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara. Kitab-kitab beliau ditulis dalam bahasa Melayu dan sangat populer serta dikenal luas oleh umat Islam di kawasan Asia Tenggara. Karya-karyanya ini telah membuat bahasa Melayu semakin populer dan tersebar luas sebagai lingua franca serta menjadi bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Nidia Zuraya