Persamaan dan Perbedaan Antara Mazhab Syiah dan Sunni (1)

Bookmark and Share


SEKARANG ini isu Sunni dan Syiah mulai muncul kembali. Tidak jarang di antara dua pemeluk mazhab ini terjadi bentrokan secara pemahaman keagamaan dan menyajikan argumen dari keduanya dengan sumber-sumber yang beragam.

Umat Islam, baik Sunni atau Syiah, tidak menyadari akibat dari pertengkarannya. Dalam sejarah banyak darah tumpah hanya karena tidak mau mengakui orang-orang yang berbeda dengannya sebagai bagian dari saudaranya. Perbedaan paham keagamaan ini—kalau disadari oleh umat Islam—justru dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam yang tidak senang melihat kemajuan terjadi di negeri-negeri yang mayoritas umat Islam.

Harusnya umat Islam sekarng ini membaca sejarah bahwa Syiah dan Sunni lahir karena perdebatan pemikiran teologi (ilmu kalam) dan perebutan kekuasaan (politik) pada Perang Shiffin. Umat Islam yang mendukung Imam Ali bin Abi Thalib disebut Syiah Ali. Sedangkan kelompok yang menentangnya disebut Syiah Muawiyah. Orang-orang yang keluar dari Syiah Ali karena kecewa terhadap keputusan tahkim disebut Khawarij.

Dalam sejarah politik Islam, orang-orang menyebut para pengikut Ahlulbait sebagai Syiah. Bukan Ahlulbaitiyah. Sampai sekarang istilah Syiah melekat kepada umat Islam yang mengakui kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib setelah wafat Rasulullah saw; yang juga meyakini khalifah Islam harus berasal dari keturunan Sayidah Fathimah Az-Zahra.



Sementara istilah Syiah yang mengacu kepada kelompok Muawiyah tidak muncul karena berubah menjadi penguasa yang terkenal dengan sebutan Dinasti Umayyah. Sampai sekarang, Syiah melekat kepada umat Islam yang mengambil sumber-sumber agama dari Ahlulbait. Bahkan, orang Islam yang hanya sekadar mengagumi sosok Imam Ali bin Abi Thalib pun dijuluki Syiah.


Bagaimana dengan Sunni? Pada masa sahabat, istilah Sunni belum dikenal. Kalau dilihat secara bahasa mengacu pada Sunnah Rasulullah saw yang dijadikan pedoman. Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas oleh Nurcholish Madjid dianggap sebagai perintis Ahlusunnah karena keduanya dikenal senang memelihara sunnah-sunnah Rasulullah saw dan tidak masuk dalam perselisihan yang terjadi antara Imam Ali melawan Muawiyah. Keduanya memilih hidup zuhud dan memfokuskan diri beribadah kepada Allah. [Nurcholish Madjid,“Khazanah Intelektual Islam” (Jakarta: Bulan Bintang, 1994). Cetakan ke-III. Hal.16-17]

Menurut Nurcholish Madjid, istilah Ahlusunnah muncul pada masa kekuasaan Dinastti Abbasiyah di bawah pimpinan Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H./754-755 M.) dan Harun Al-Rasyid (170-194 H./785-809 M.). Tepatnya pada saat munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324 H./873-935 M.) yang beraliran Asy`ariyah dan Abu Mansur Muhammad (w. 944 M.) yang beraliran Maturidiyah; yang keduanya mengaku Ahlussunnah.

AHMAD S