Ras Manusia Awal Merah, Berlokasi di Timur Terjauh dan Barat Terjauh Sebagai Wilayah Atlantis yang Hilang

Bookmark and Share


Roger Scruton menarik pelajaran sosial: “Para ahli bioekonomi menyatakan bahwa program pemerintah yang memaksa individu untuk menjadi kurang kompetitif dan egois daripada apa yang telah diprogramkan alam pada mereka secara genetik pastilah ditakdirkan gagal. Hal ini cocok benar dengan kemunculan kembali determinisme genetik di Amerika, dan bukti-bukti yang mereka ajukan bahwa orang kulit hitam lebih rendah martabatnya daripada kulit putih, dan bahwa kelas pekerja lebih rendah daripada kelas menengah dan kelas atas. Dukungan ilmiah untuk kepalsuan-kepalsuan macam ini digunakan untuk menciptakan aura dari apa yang disebut kehormatan dan obyektifitas” (Dalam Alan Woods dan Ted Grant “Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”, 2006), hal 439-440.

Maka itu Alan Woods dan Ted Grant menegaskan bahwa segala hal di alam ini memiliki sebab dan akibat, di mana sebuah akibat pada gilirannya menjadi sebab. Dawkins mencampuradukan determinisme dan fatalisme: Satu organisme adalah alat bagi DNA. Determinisme genetik memiliki satu makna mendasar, di mana gen dikatakan sebagai ‘menentukan’ sifat persis dari fenotip. Tidak ada keraguan bahwa gen memiliki dampak yang kuat terhadap bentuk organisme, tetapi entitasnya akan secara menentukan dipengaruhi oleh lingkungannya. Contohnya, jika dua kembar identik ditempatkan pada dua lingkungan yang sama sekali berbeda, dua karakter yang berbeda akan menjadi hasilnya” (hal. 443). Seperti ditandaskan oleh Ashley Montague, bahwa bukan ‘gen kriminal ‘ yang membuat orang jadi kriminal, tapi dalam sebagian besar kasus adalah ‘kondisi sosial yang kriminal’ (hal.442).

Tulisan ini hanya untuk menegaskan di mana wilayah sesungguhnya awal mula ras, dan bagaimana terjadinya ras-ras serta kebenaran penyebarannya. Karena ada pendapat bahwa awal mula manusia dari Afrika, bahkan ada yang menegaskan dari Mesir. Namun ada pendapat yang mengatakan ras bermula dari Eropa (ras putih), serta juga pendapat lain menegaskan di Timur Terjauh dan Barat Terjauh, yakni Indonesia. Dengan demikian maksud tulisan ini jauh dari keinginan untuk menonjolkan keunggulan sebuah ras, melainkan menempatkan ras-ras dalam prosesnya melalui telaah berbagai pendapat, telah membuktikan menyatunya Langit dan Bumi (ReraWulan-TanahEkan menurut Koda Lamaholot) sebagai awal kehidupan dan makhluk hidup, termasuk manusia dalam ras-ras.

Ras Putih, Kuning, Hitam dan Penyebaran dalam telusuran N. Daljoeni

Adalah Drs. N. Daljoeni mengungkap dalam karyanya “RAS-RAS UMAT MANUSIA (Biogeografis, Kulturhistoris, Sosiopolitis)”, 1991 hal.10-11 : “Peta persebaran ras-ras utama manusia (ras putih, ras kuning, dan ras hitam) menghuni wilayah-wilayah daratan yang mengelilingi suatu lautan tertentu. Bangsa-bangsa yang tergolong ras putih meskipun asalnya dari suatu pusat di Asia, mendiami wilayah di sekeliling Laut Tengah. Rangkaian penemuan benua baru menyebarkan mereka ke benua Amerika, Australia, dan ujung Selatan benua Afrika. Sedangkan bangsa-bangsa ras kuning mengelilingi Lautan Pasifik dengan pengertian bahwa bangsa Indian yang tersebar di Amerika Utara, Tengah dan Selatan sebagai ras merah merupakan cabang dari ras kuning. Demikian pula bangsa-bangsa Melayu termasuk Indonesia yang tergolong ras coklat dan menghuni pinggiran Lautan Pasifik Barat Daya. Kemudian bangsa ras hitam tempat tinggal mereka mengelilingi Lautan Hindia. Tersebar dari benua Afrika melalui Hadramaut (Arab Selatan), anak benua India (bangsa Wedda), kemudian suku-suku hitam yang terpencil di Nusantara, Irian Jaya, Benua Australia (aborigin). Bahwa ada bangsa Negro terpencil di Amerika Serikat, akibat perbudakan dan perdagangan orang hitam dari benua Afrika”.

Ras serta seluk-beluknya sudah dikenal sejak jauh di masa lampau, tetapi penjelasan sekedar berdasarkan dongeng-dongeng belaka. Orang Eropa membayangkan ras-ras manusia yang berada di benua-benua lain sebagai manusia kanibal dan berambut krinting dan berkulit serba gelap. Sebenarnya ras di luar Eropa baru diperhatikan mulai abad ke 15 atau ke 17 waktu manusia Barat mengeksplorasi kawasan-kawasan asing yang terpencil, termasuk bumi Indonesia. Dari para penjelajah mereka terima berbagai ceritra tentang kehidupan bangsa-bangsa aneh yang diduga bukan keturunan dari Adam dan Hawa penghuni firdaus menurut Alkitab. Dari penjelasan berasal teori Darwin, orang Barat meragukan adakah ras-ras asing yang dijumpai di benua jauh itu juga masih keturunan dari nabi Nuh; jadi bukan anak cucu dari para patriarkh Jafet, Sem dan Kham. Semula mereka yakin bahwa ras putih itu keturunan Jafet, ras hitam keturunan Kham. Adapun bangsa-bangsa Yahudi dan Arab ditambah bangsa-bangsa tetangganya di Timur Tengah itu keturunan Sem; dari situ muncul sebutan kaum Semit dan semitisme (Hal. 19-21).

Dalam suasana yang kalut dan tak menentu tentang asal usul ras, di Jerman dikembangkan mitos Aria; bangsa Aria yang berasal dari Parsi dan berkulit putih itu disebut ras Aria; sebagian dari mereka ini boyong ke lembah sungai Indus dan bahasa mereka itu Sansekerta, sedang sisanya boyong ke Eropa negeri Jerman sekarang. Di samping itu di dunia Barat orang meragukan pula siapa sebenarnya homo sapiens itu. Adakah itu species baru ataukah kelanjutan dari homo Neanderthalensis? Di samping itu dipertanyakan, benarkah mereka itu yang mendapat kemajuan melalui evolusi jasmani dan peradaban? (Hal. 21).

Adapun Carlton S. Coon memerinci homo sapiens atas 6 (enam) kelompok ras primer: a). Ras Kaukasid (putih); termasuk di dalamnya bangsa Eropa dan bangsa-bangsa keturunan Eropa (di benua Amerika, Australia dan Afrika Selatan), bangsa Arab dan Hindustan (terutama Pakistan). b). Ras Mongolid (kuning): bangsa Mongol (yakni Cina, Korea, Jepang), jika diperluas lagi mencakup pula bangsa Indian yang berkulit merah (di benua Amerika). c). Ras Negrid (hitam): bangsa Negro di Afrika dan Amerika. d). Ras Australid (hitam): penduduk pribumi (Aborigin) di benua Australia. e). Ras Kapid (coklat kekuning-kuningan), misalnya bangsa Bushmen dan Hottentot di Afrika. f). Ras Bangsa Pygmi (kerdil) serta Negrito dan Negrillos yang tersebar di mana-mana (hal. 25-27).

Bagi Coon, bangsa Indonesia dan Polinesia yang warna kulitnya coklat tidak dikelompokan dalam sebuah ras, namun dimasukan dalam ras Mongoloid namun sebutan jelasnya Paleomongolid, karena mereka itu merupakan hasil pencampuran antara ras mongolid dan bangsa Weddid yang hitam. Bahkan menurut Howells bangsa Indonesia dan polinesia itu mewujudkan keturunan dari tiga ras utama, yaitu kuning, putih dan hitam. Ada sebagian dari ras putih yang dari tempat induknya itu di Iran (gurun stepa) pindah ke Timur, lainnya ke Selatan (India) dan sisanya ke Barat untuk menurunkan bangsa Eropa. Perpindahan ke Timur, ada cabangnya yang mencapai pulau Jepang sehingga melahirkan bangsa Ainu; adapun yang berbelok ke Selatan dalam pengungsian itu bercampur darah dengan bangsa-bangsa keturunan ras kuning dan hitam di Asia Tenggara bagian daratan. Mereka menciptakan bersama ras berkulit sawo matang, coklat atau kuning langsat (hal. 27-28).

Ras Merah dan Putih serta Penyebaran menurut Arysio Santos

Sedangkan Arysio Santos menegaskan dalam bukunya “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found”, The Devinitive Localization of Plato’s Lost Civilization (2005), diIndonesiakan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009), bhw bangsa Indonesia merupakan induk peradaban dunia, serentak dengan itu menjadi sumber asal segala ras di muka bumi. Indonesia disebut juga sebagai sebutan “Pulau Putih”, sebutan surga yang sebenarnya dalam beberapa tradisi kuno. Sebutan ini berhubungan dengan Sveta-dvipa atau Saka-Dvipa, “Pulau Putih” Surgawi dalam tradisi-tradisi hindu. Di sana, di “Pulau Putih” itu, ras-ras berkulit putih (Saka) berasal pada permulaan saman. Orang-orang Saka ini juga dikenal sebagai bangsa Yava atau Yavanas (Bangsa Berkulit Putih). Orang-orang Yava sama dengan orang-orang Ionia (atau yang disebut Homer sebagai orang-orang Iaro atau Iarone). Nama ini, berkemungkinan berarti orang-orang Jawa (Javana), sebenarnya berasal dari pulau Jawa (Jawa), salah satu pulau besar di Indonesia (Hal. 29).

Nama mereka lainnya adalah bangsa “Ethiopia”. Sebutan bangsa “Ethiopia” ditafsirkan secara jenaka oleh orang-orang Yunani Kuno sebagai “bangsa dengan wajah terbakar”. Tetapi makna yang sebenarnya adalah “dimurnikan oleh api”, seperti ditafsirkan dalam naskah-naskah suci Hindu Kuno tentang agnishvattha yang berarti dimurnikan atau disucikan oleh api. Etnonim ini biasanya diperuntukan bagi orang Barbar dan Libia-Funisia dari Afrika Utara. Tetapi, sebutan ini digunakan juga untuk menyebut ras-ras Timur Jauh (Indonesia) yang berkulit merah dan putih lainnya, terutama orang-orang Tocharia bangsa Kuno yang mendiami Tarim Basim di Asia Tengah. Mereka tinggal sepanjang Jalur Sutra dan telah melakukan kontak dengan bangsa Cina, Persia, India, dan Turki. Penyebutan pertama tentang bangsa ini muncul pada abad pertama SM ketika Strabo menyatakan bahwa bangsa Tocharia bersama bangsa Assi, Passi, dan Sacarauli ambil bagian dalam penghancuran kerajaan Bactria-Yunani pada paruh kedua abad ke-2 SM (hal. 29-30).

Homer menunjuk kepada “orang-orang Ethiopia yang saleh, sebagian tinggal di Timur Jauh, tempat matahari bersinar, dan sebagian lagi di Barat Jauh, tempat matahari terbenam”. Orang-orang Timur ini adalah “orang-orang Cina berambut pirang” yang disebutkan Pliny dan Solinus, “orang-orang Ethiopia Berumur Panjang” yang dinyatakan Herodotus, dan lain sebagainya. Menurut istilah sebenarnya, orang-orang Ethiopia ini dapat disamakan dengan orang-orang Tocharia, orang-orang Avar, orang-orang Saka, orang-orang Hephthalite, dan “orang-orang Hun Berkulit Putih” lainnya. Dibandingkan dengan “bangsa berkulit putih” (Arya), bangsa Ethiopia Berkulit Putih ini sebenarnya adalah orang-orang Chamite. Artinya, mereka sebenarnya “bangsa berkulit merah” ketimbang “bangsa berkulit putih” yang sesunggguhnya. Dalam terminologi Hindu, mereka dapat disamakan dengan bangsa Dravida, bukan bangsa Arya. Orang-orang dari Timur Jauh ini merupakan bagian dari Orang-orang Laut yang menyerbu dan kemudian berdiam di wilayah Eropa ( seperti orang-orang

Yunani, Etrusca, Libia, dsbnya), hal. 30.

Bangsa Dravida, bahkan hingga saat ini, berkulit merah sebagaimana warna asli mereka (dalam bahasa Sansekerta, varna=”kasta, warna”), sedangkan bangsa Arya berkulit putih. Kulit gelap pada sebagian besar orang Dravida yang sekarang ini disebabkan oleh percampuran rasial dengan bangsa-bangsa melanoid setempat (bangsa Munda, Negro, Melanesia, Australoid). Hal yang kurang lebih sama dialami juga, kecuali itu terjadi sebaliknya oleh orang-orang Arya. Mereka bercampur dengan bangsa-bangsa Alpine Eropa dan Timur Dekat setempat yang berkulit terang dan dengan sendirinya warna kulit mereka menjadi lebih terang. Dengan cara yang sama, orang-orang Dravida Chamite asli yang “berkulit merah” dari Atlantis melahirkan bangsa-bangsa India Utara yang berkulit melanoid dan bangsa-bangsa Eropa dan Levant yang berkulit putih-terang (hal. 30-31).

Mitos Ras Dravida dan Ras Arya: Ras Merah dan Ras Putih di Wilayah Atlantis yang Hilang !

Dalam penelusuran ras putih di Jerman dikembangkan mitos Aria; bangsa Aria yang berasal dari Parsi dan berkulit putih itu disebut ras Aria. Sedangkan ras merah orang Indian, sesungguhnya orang-orang Chamite asli yang berkulit merah dari Atlantis karena faktor alam berkulit melanoid di India Utara dan bangsa-bangsa Eropa dan Levant yang berkulit putih terang. Berkembang ke Timur Tengah menjadi bangsa Yahudi dalam mitos Dravida. Pengetahuan umum mencatat dalam sejarah kehidupan persaingan ras dravida (merah) dan ras arya (putih) dalam kisah mahabrata dan ramayana, terformat dalam ras jerman (nordik) berusaha melenyapkan ras yahudi dalam kekejaman rejim Hitler. Namun sesungguhnya dari satu ras awal merah yang bermula dari Atlantis yang hilang: Indonesia.

Faktor alam (langit dan bumi), membuat warna dasar ras merah berubah menjadi hitam, coklat, kuning, putih. Hukum Bergman menyatakan bahwa semakin panas wilayah geografisnya, semakin kecil bentuk ras-ras dari suatu species; sebaliknya diwilayah geografis yang lebih dingin di sana ras-ras yang ada lebih besar ukuran tubuhnya. Kemudian hukum Gloger menyatakan bahwa hadirnya melanin di wilayah yang beriklim panas adalah yang terbesar; adapun phaemelanin yang kemerah-merahan dan kuning kecoklat-coklatan terdapat di wilayah arid (kering) sedang di situ eumelanin yang kehitam-hitaman paling langka. Hukumnya adalah bahwa semakin dingin iklim wilayah, semakin berkurang phaeomelanin dan di wilayah yang iklimnya ekstrim dingin, phaeomelanin habis sehingga nampak keputih-putihan cocok dengan warna alam kutub bumi. ( N. Daldjoeni, Hal. 67-69).

Bertolak dari Dialektika Langit dengan Bumi, sangat berhubungan dengan komposisi awal lingkungan dengan atmosfir bumi. Terbentuklah Sel Hidup jantan (laki-laki) dengan betina (Perempuan): Horisontal, cikal bakal kehidupan Fauna dan Flora. Kelak sebagai simbol Manusia (Laki-Laki dan Perempuan: Horisontal) Pertama yang diciptakan ALLAH sesuai citra-NYA. Teryakini, teramati, terpahami, termengerti, termaklumi semuanya dalam Dialektik-Integralistik-Sinergik hidup dan kehidupan: SALIB, bertaut (cross) Vertikal dengan Horisontal.

Alan Woods dan Ted Grant menyatakan bahwa: Gas-gas vulkanik yang terbentuk dalam atmosfir purba pastilah mengandung air, bersama metana dan amonia, orang menduga bahwa gas-gas ini dilepaskan dari dalam bumi. Akhirnya gas-gas ini menjenuhkan atmosfir dan menghasilkan hujan. Dengan mendinginnya permukaan bumi, danau-danau dan lautan mulai terbentuk. Orang kini percaya bahwa lautan purba ini mengandung semacam “Sup” pre-biotik (pendahulu kehidupan), di mana unsur-unsur kimia yang ada, di bawah hantaman sinar ultraviolet dari matahari, bersintesa untuk menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen-organik yang kompleks seperti asam amino. Efek dari ultraviolet ini dimungkinkan oleh ketiadaan ozon di atmosfir (hal.309).

Merujuk kepada awal kehidupan sebagai menyatu Langit dan Bumi (Rera-Wulan dengan Tanah-Ekan), terpahami dan teramati dalam “Sup” pre-biotik purba (pendahulu kehidupan purba), yakni menyatunya sinar mentari menembuskan cahaya ke dalam lautan purba samudra Pasifik (menyatu empat sungai surga) membentuk sel kehidupan. Bandingkan dengan Arysio Santos menandaskan Ular Ouroboros dalam keyakinan Hindu berpadanan dengan Samudra, Lautan, sebenarnya berarti ”yang melingkungi”, seperti juga kata ”Ocean (Samudra)” itu sendiri (hal. 342).

Gagasan tentang “yang melingkungi” ini menurut Arysio Santos seperti tepatnya apa yang Plato maksudkan tentang laut atlantisnya sebagai samudra sesungguhnya (alethinos pontos) yang melingkungi dunia, yakni samudra Atlantik yang sesungguhnya Lautan Pasifik itu sendiri (hal. 342). Samudra Pasifik merupakan samudra utama yang membagi ke Barat (lautan Atlantik) dan ke timur (lautan Hindia). Simbol Atlantis: MATAHARI, Bintang Laut sebagai simbol Matahari di bawah laut (malam hari). Simbol Atlantis yang hilang tenggelam, tersembunyi di bawah laut (hal. 265-278).

Jejak arti Ular sebagai Matahari, bisa ditemukan dalam kata ”Nipon” (Jepang) yang berarti ”Matahari Terbit”. Dengan demikian dalam Koda Lamaholot ditemukan oleh Petu Sareng Orin Bao alias Pater Piet Petu, SVD (almarhum) yang menyebut nama purba pulau Flores adalah Nusa Nipa dalam bukunya: “NUSA NIPA WARISAN PURBA” (1969) sebagai ”heliocentris”: ”Koten rae lera matan, ikung lau lera helut”= Konsep tentang Asal muncul (matahari terbit atau mata air) dan Akhir singgah (terbenamnya matahari atau tujuan akhir mengalirnya air sungai). ”Koten pana doan, ikung gawe lela”= sebuah ungkapan simbolis dari gerak muncul dan menghilangnya matahari”. Dengan demikian sesungguhnya nama purba yang lain dari Pulau Flores selain Nusa Nipa, Nusa Ular adalah Nusa Matahari (Matahari Salib Kehidupan) nama yang terpurba.

Matahari Salib: Matahari Salib Utama, Matahari Salib Kehidupan (Empat Sungai Surga), Awal Kehidupan berdialektik-integralistik-sinergik dapat tertelusuri dalam pandangan Katastrophis, yang secara geologis memetakan tahapan perkembangan kosmis (Langit dan Bumi). Tahapan prasejarah, sesungguhnya bermula saat terbentuknya alam semesta dengan segala isinya, berdinamika (dialektika) Langit (Matahari Salib Utama) dan Bumi (Matahari Salib Kehidupan: Empat Sungai Surga) menyatu (integralistik) secara Vertikal : awal mula Peradaban, menghasilkan (mensinergikan) Awal Kehidupan di muka bumi. Mengawali segala makhluk hidup berujung penciptaan manusia. Terpetakan tahapan perkembangan: Arkaezoikum, Paleozoikum, Mesozoikum, Neozoikum ! Di saman Neozoikum kuartier merupakan awal keberadaan manusia, Laki-laki dan Perempuan (homo sapiens) secara Horisontal: awal mula Kebudayaan, dalam dialektika dengan langit (Matahari) dan Bumi (Flora-Fauna, Laut, Air, Daratan) secara Vertikal: awal mula Peradaban, terbentuklah warna kulit manusia (ras) awal merah di Timur Terjauh dan Barat Terjauh: Indonesia.***

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 7 Juni 2011.

Chris Boro Tokan