Reformasi Ala Restorasi Meiji

Bookmark and Share


13417665761128395552
Restorasi Meiji, Meiji Ishin, Revolusi Meiji, atau Pembaruan Meiji adalah serangkaian kejadian ‘reformasi’ di Jepang yang praktis terjadi hanya dalam 3 tahun (1866-1868), tumbangnya pemerintahan feodal-korup keshogunan Tokugawa sebagai akhir zaman Edo dan berpuncak pada pengembalian kekuasaan di Jepang kepada Kaisar pada tahun 1868, sebagai awal zaman Meiji.

Restorasi ini membawa perubahan besar-besaran struktur politik dan sosial Jepang, dan berlanjut hingga zaman edo. Kata Meiji sendiri berarti kekuasaan pencerahan dan pemerintah waktu itu bertujuan menggabungkan “kemajuan Barat” dengan nilai-nilai “Timur” tradisional.


Dalam sejarah Jepang, babak pertama pemerintahan diktator militer feodalisme korup dimulai dengan kudeta Tokugawa Ieyasu atas kekuasaan kaisar sebagai pemerintahan yang sah setelah melewati pertempuran Sekihara tahun 1600. Karena terhalang garis keturunan untuk menjadi jenderal, Tokugawa Ieyasu memalsukan silsilah keturunan menjadi klan Minamoto agar bisa ‘absah’ menjadi Shogun. Sebab, Shogun, yang dalam konteks sejarah Jepang adalah Sei-i Taishogun, Jenderal Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, hanya berhak dijabat oleh keturunan klan Minamoto.



Inilah babak pertama pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang. Keshogunan Tokugawa berkuasa turun-temurun 15 generasi selama 265 tahun sejak 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir pada 9 November 1867 ketika Tokugawa Yoshinobu (Keiki), Shogun generasi terakhir mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan).


1341770570730634951

Tokugawa Ieyasu, Shogun pertama feodalisme korup dalam sejarah Jepang

Inilah era zaman edan ala Jepang, disebut Zaman Edo, merujuk pada ibukota Edo (sekarang Tokyo), zaman kegelapan Keshogunan Tokugawa atau Keshogunan Edo (Edo Bakufu). Di masa ini, kekuasaan kaisar yang berkedudukan di Kyoto hanyalah simbolik belaka tanpa daya, sebab istana kaisar hanya mengeluarkan kebijakan, sedang yang menjalankan wewenangnya adalah klan Shogun Tokugawa.

Di masa ini, oleh Toyotomi Hideyoshi rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas . Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Tak ayal, pemberontakan sering terjadi akibat kekuasaan yang korup, kakunya pembagian sistem kelas dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak semena-mena yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap tanpa memperhitungkan inflasi.


Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan.


Seiring waktu berjalan, kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat. Era Bakumatsu datang, era Edo mulai terancam keruntuhan. Dimulai dengan kedatangan Kapal Hitam Angkatan Laut Amerika Serikat di bawah pimpinan komodor Matthew C. Perry tahun 1853, Jepang yang selama ini terkungkung dalam isolasi mulai membuka mata melihat kemajuan dunia Barat. Keshogunan yang akhirnya bekerjasama dengan asing dalam Perjanjian Shimoda dan Perjanjian Towsen Harris menggugah kesadaran bangsa Jepang untuk bangkit dari keterpurukan dan kungkungan tiran penguasa korup Tokugawa.



Gelombang pembaharuan menggelora. Spirit perlawanan terhadap penguasa korup dan sentimen anti barat menjadi dua kekuatan yang mengobarkan perlawanan terhadap feodalisme keshogunan. Sakamoto Ryoma mencetuskan pembentukan aliansi nasionalis pro-kekaisaran Satsuma-Choshu antara Saigo Takamori (pemimpin Domain Satsuma) dan Kido Tkayoshi (pemimpin Domain Choshu) untuk melawan keshogunan yang didukung samurai elit Shinsengumi.


Dengan slogan politik “Sonnō jōi!” (Dukung kaisar, usir barbar!), perjuangan aliansi pro-kaisar membuahkan hasil. Pada 9 November 1867 Tokugawa Yoshinibu menyerahkan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan), kaisar Komei. Pada 3 Februari 1867, Kaisar Meiji naik tahta menggantikan ayahnya, Kaisar Kōmei yang wafat pada 30 Januari 1867. Peristiwa ini merupakan titik awal “restorasi” kaisar Meiji, meskipun Yoshinobu masih tetap memiliki kekuasaan yang signifikan.



Pada Januari 1868, pecah perang Boshin (Perang Tahun Naga) dan Pertempuran Toba-Fushimi. Dalam pertempuran itu, tentara aliansi Satsuma-Choshu mengalahkan tentara mantan keshogunan. Kaisar Meiji mencopot semua kekuasaan yang dimiliki Yoshinobu, dan “restorasi” secara resmi dapat dimulai. Pada 3 Januari 1869, Kaisar mengeluarkan deklarasi formal tentang pengembalian kekuasaan ke tangannya.


13417667991165429496

Remaja Kaisar Meiji dengan perwakilan asing di akhir Perang Boshin , 1868-1870. (sumber photo: http://en.wikipedia.org/wiki/Meiji_restoration)




Kaisar Jepang mengumumkan kepada semua kepala negara dari negara-negara asing beserta ‘antek-antek’ mereka bahwa izin telah diberikan kepada Shogun Tokugawa Yoshinobu untuk mengembalikan kekuasaan pemerintah sesuai dengan permintaannya sendiri.



“Mulai saat ini kami akan melaksanakan kekuasaan tertinggi untuk urusan-urusan dalam dan luar negeri dari negara ini. Maka dari itu, semua penyebutan Taikun dalam perjanjian-perjanjian yang telah dibuat harus diganti dengan perkataan Kaisar. Para pejabat sedang ditunjuk oleh kami untuk melaksanakan urusan-urusan luar negeri. Perwakilan-perwakilan dari negara-negara penandatangan traktat hendaknya memaklumi pengumuman ini.”


Sejumlah petinggi keshogunan mengajak tentaranya melarikan diri ke Hokkaido, dan mencoba mendirikan negara merdeka bernama Republik Ezo. Namun tentara yang setia kepada kekaisaran mengakhiri upaya mereka dalam Pertempuran Hakodate di Hokkaido, Mei 1869. Kekalahan tentara mantan keshogunan yang dipimpin oleh Enomoto Takeaki dan Hijikata Toshizo menandai tamatnya Keshogunan Tokugawa dan pemulihan sepenuhnya kekuasaan di tangan Kaisar.



Pemerintah Oligarki Meiji yang bertindak atas nama kekuasaan kaisar memperkenalkan upaya-upaya konsolidasi kekuasaan untuk menghadapi sisa-sisa pemerintahan zaman Edo, keshogunan, daimyo dan samurai. Pada tahun 1868, semua tanah feodal milik Keshogunan Tokugawa disita dan dialihkan di bawah “kendali kekaisaran”. Tindakan ini sekaligus menempatkan mereka di bawah kekuasaan pemerintahan baru Meiji. Pada tahun 1869, daimyo Domain Tosa, Domain Hizen, Domain Satsuma dan Domain Choshu yang telah berjasa melawan kekuasaan keshogunan, dibujuk untuk mau “mengembalikan domain mereka kepada kaisar.”



Daimyo lainnya juga selanjutnya diperintahkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya penghapusan wilayah domain, maka untuk pertama kalinya tercipta pemerintahan Jepang yang terpusat dan berkuasa di semua wilayah negeri.


Pada tahun 1871, semua daimyo dan mantan daimyo dipanggil untuk menghadap kaisar untuk menerima perintah pengembalian semua domain kepada kaisar. Sekitar 300 domain (han) diubah bentuknya menjadi prefektur yang dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh negara.


Pada tahun 1888, beberapa prefektur telah berhasil dilebur menjadi satu sehingga jumlah prefektur menciut menjadi 75 prefektur. Kepada mantan daimyo, pemerintah berjanji untuk menggaji mereka sebesar 1/10 dari pendapatan bekas wilayah mereka sebagai penghasilan pribadi. Selanjutnya, utang-utang mereka berikut pembayaran gaji serta tunjangan untuk samurai diambil alih oleh negara.



Semasa Restorasi Meiji, feodalisme Jepang secara perlahan-lahan digantikan oleh ekonomi pasar dan menjadikan Jepang sebagai negara yang dipengaruhi negara-negara Barat hingga kini. Restorasi Meiji menekankan pendidikan sebagai mata tombak reformasi dan modernisasi. Pendidikan menjadi hak dan kewajiban semua warga. Inilah salah satu kunci keberhasilan restorasi Jepang, yang menjadikan negara ini cepat beradaptasi dengan perkembangan sains dan teknologi Barat di masa selanjutnya, disamping administrasi pemerintahan yang sangat rapi warisan dari rezim Tokugawa.


13417713501135713297

Tradisi, spirit Bushido dan filosofi samurai yang tetap terjaga dari masa ke masa (sumber photo: http://samuraidave.wordpress.com/category/festival-of-ages/)



Faktor yang tak kalah pentingnya dalam membawa keberhasilan restorasi adalah karakteristik kepribadian bangsa Jepang yang sangat dipengaruhi oleh spirit Bushido dan filosofi samurai yang sangat asketik, pekerja keras, berdisiplin tinggi, pantang menyerah, totalitas loyalitas dan menjunjung tinggi tradisi, kode etik dan tata krama dalam kehidupan.


Menjelang akhir abad ke 19 Jepang sudah berhasil menjadi kekuatan militer dengan angkatan laut yang sangat tangguh sehingga dapat mengalahkan secara mutlak armada raksasa Rusia di Selat Tsushima, menyapu bersih kepulauan Sachalin, mengambil Korea dan Semenanjung Liau-Tung dari Rusia, serta Port Arthur dan Dairen (Wells, 1951).


Dalam kurun waktu kurang dari 4 dekade, Restorasi Meiji sukses mengakselerasi industrialisasi di Jepang yang dijadikan modal untuk kebangkitan Jepang sebagai kekuatan militer pada tahun 1905 di bawah slogan “Negara Makmur, Militer Kuat” (fukoke kyohei).



Pengaruh mendasar lainnya pada keberhasilan restorasi Meiji adalah kehadiran bangsa Amerika di Jepang dengan perubahan Konstitusi Jepang yang dibuat atas supervisi Jenderal MacAthur, dan konstitusi itu masih berlaku hingga kini. Di bawah asuhan Jenderal MacArhur, Jepang tumbuh kembali menjadi negara ekonomi yang sangat tangguh, sehingga menjadi super power dalam bidang ekonomi hingga kini.


Restorasi Meiji, dengan semangat bushido samurai khas ksatria Jepang, negara ini mampu merevolusi feodalisme korup yang telah berlangsung 265 tahun dan kini menjadi negara maju dalam industri dan perkasa dalam ekonomi di arena dunia. Jika dihitung dari awal tercetusnya tahun 1853 berarti kini tela memasuki tahun ke-152. Satu setengah abad dalam sejarah perjuangan bangsa Jepang untuk bisa berjaya.


Bagaimana dengan Indonesia? Dua sejarah dan latar belakang bangsa yang sebenarnya tak jauh berbeda. Sudahkah negeri ini mulai merombak struktur politik, sosial dan budaya secara menyeluruh dengan semangat juang prawira-ksatria-mujahid khas Indonesia seperti halnya semangat bushido dan filosofi samurai khas Jepang. Entah dengan nama revolusi, reformasi, rekonstruksi atau restorasi, tujuannya adalah perubahan, pembarauan, perbaikan total. Jika belum, sepertinya semua harus bersabar menunggu sampai tahun 2160-an, 150 tahun lagi untuk mengikuti jejak Jepang, itupun jika langkah itu mulai diayunkan hari ini. ***

Salam…

El Jeffry

Referensi:

  • Restorasi Meiji, Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas