Semua tentang Tasawuf

Bookmark and Share


Sebuah terma

Setiap terma ilmu pengetahuan, pastinya, memiliki pengertian yang ditinjau dari dua sisi. Sisi yang pertama meninjau dari segi bahasa atau biasa disebut etimologi. Dan, sisi yang kedua meninjau dari sisi pengertiannya dalam definisi logika. Yaitu tinjauan dari sisi terminologi.

Begitu juga dengan terma Tasawuf yang telah menjadi pengertian ilmu pengetahuan yang dikaji. Meski, Tasawuf pada latar kenyataannya merupakan cara bertindak. Kenyataan tersebut berbeda ketika Tasawuf sudah menjadi teori.

Dalam beberapa buku yang penulis baca, terma Tasawuf memiliki makna yang berbeda. Alasannya karena diambil dari asal-usul kata yang berbeda. Menurut penulis, perbedaan pengambilan asal-usul kata tersebut karena dilandaskan pada asal-usul ajaran tersebut diambil.

Dalam buku “Pengantar Studi Tasawuf” (Asmaran, 1994:42), kata tasawuf berasal dari bahasa arab yaitu safa’ yang berarti suci. Alasannya pengambil pengertian bahasa tersebut karena para pelaku tasawuf (yang pelakunya kemudian disebut sufi) melakukan tindakan yang bertujuan suci. Yaitu, mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara dalam buku yang “Pengantar Ilmu Tasawuf” (Pokja IAIN Sumatera Utara, 1982: 9) , menyebutkan bahwa kata tasawuf berasal dari kata arab Shaf. Alasannya karena para pelaku Tasawuf selalu berada pada shaf pertama saat shalat berjamaah dengan Nabi SAW.

Dalam buku yang sama tasawuf berasal dari kata Sauf atau Shopos yang diambil dari kata Yunani yang berarti kebijaksanaan. Karena Tasawuf berasal dari ajaran Neo-Platonisme.

Indikasi-indikasi nama tersebut diambil dari bahasa berdasarkan asumsi yang diambil dari pendapat para orientalis. Meski menurut penulis, Tasawuf atau mistisime (yang disebut begitu oleh Orientalis) merupakan sebuah cabang ilmu yang bersifat praxis. Pendapat penulis ini didasarkan dari pengertian secara istilah (terminologi) yang disampaikan Al-Junaedi dalam “Ilmu Tasawuf” (Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, 2000: 13-14) : “Tasawuf adalah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendakati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.”

Dari pengertian yang disampaikan Junaedi tersebut, memberikan kenyakinan bahwa Tasawuf merupakan ilmu yang bersifat praxis bukan bersifat teoritis. Meski para Orientalis berusaha menyusun Tasawuf secara teoritis. Dalam kajian timur, ilmu atau pengetahuan pengertiannya lebih condong pada ilmu yang bersifat praxis dibandingkan bersifat teoritis. Meski ada pengaruh dari Yunani. Temuan tersebut berdasarkan asumsi yang disampaikan Prof. Amin Abdullah dalam kuliah Filsafat Islam. Selain itu juga didasarkan pada makna dari kamus arab, bahwa ‘Ilmu bermakna berbuat. Kata ilmu menjadi hakiki ketika telah menjadi tindak laku.

Dalam Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin (2000: 49), Tasawuf dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama seperti yang telah dijelaskan diatas. Sedangkan bagian yang kedua lebih bersifat teoritis seperti yang dilakukan oleh para pelaku tasawuf atau sufi yang dipengaruhi oleh ajaran Neo-Platonisme, seperti Suhrawardi Al-Maqtul, Ibnu ‘Arabi dan Mulla Shadra. Tasawuf diajarkan dengan teori yang rumit dan diperlukan pemahaman yang mendalam. Dalam buku “Ilmu Tasawuf” tersebut disebutkan sebagai Tasawuf Falsafi.

Sejarah Tasawuf

Perkembangan Tasawuf pertama kali muncul pada abad awal hijriyah. Meski, bibit itu telah ada sejak zaman Rasulullah. Yaitu dengan indikasi kehidupan yang asketisme (zuhud). Dari sikap hidup yang asketis tersebutlah yang memicu kemunculan Tasawuf secara luas pada abad pertama Hijriyah.

Meski ada indikasi tersebut, Tasawuf juga didasarkan pada alasan sosial-politik sebelum memasuki abad pertama hijriyah. Yaitu, kekacauan yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaurasyidin yang terakhir Ali bin Abi Thalib. Pada masa tersebut Umat Islam terpecah belah menjadi beberapa sekte. Sehingga ada kemunculan dorongan untuk hidup asketisme seperti yang dilakukan oleh Nabi dan Para Sahabat. Meski dalam menjalankannya tidak hanya dipengaruhi oleh Qur’an dan Hadits saja, ada juga temuan yang didasarkan pada ajaran agama lain. Seperti Kristen, Budha dan Hindu. Seperti yang menjadi temuan para Orientalis, seperti Ignaz Goldziher. (Asman As, 1994: 177)

Pengaruh dari agama lain juga dijelaskan oleh Ignaz Goldziher, bahwa corak para pelaku tasawuf seperti yang dilakukan oleh pendeta kristen, antara lain hidup fakir, sikap tawakkal, fungsi syekh, mursyid atau guru seperti pendeta tapi tidak memberikan pengampunan dosa, dan tidak menikah. Dalam hal tidak menikah sama seperti yang dilakukan oleh Pendeta maupun oleh para Bikhu

Atas pengaruh tersebutlah, muncul gerakan untuk hidup asketisme pada abad pertama hijriyah. Dengan tujuan mencapai hidup yang jauh dari nafsu duniawi seperti yang disampaikan oleh Al-Junaedi diatas.

Pada masa awal ini muncul tokoh yang terkemuka seperti Hasan Basri yang menjadi anak angkat Rasulullah, Sufyan Tsauri, dan Rabiah Al-Adawiyah. Tokoh-tokoh tersebut adalah tokoh termuka pada masa awal kemunculan hidup zuhud yang kemudia disebut para pelaku tasawuf. Masa awal maksudnya pada abad pertama dan kedua hijriyah seperti yang dibagi oleh Asman As (1994: 259)

Hasan Basri

Bernama lengkap Al-Hasan bin Abi Al-hasan Abu Sa’id. Dilahirkan di Madinah pada 21 H/642 M dan wafat di Bashrah pada 110 H/728 M. Ia adalah putra Sahabat Zaid bin Tsabit yang pada masa Rasul SAW menjadi sekretaris pencatatan wahyu yang turun.

Salah satu ajarannya adalah “seorang Faqih ialah orang yang bersikap zuhd terhadap kehidupan duniawi, yang tahu terhadap dosanya dan yang selalu beribadah kepada Allah SWT.”

Sufyan Tsauri

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Sauri al-Kufi. Dilahirkan di Kufah pada 97 H/715 M dan wafat di Bashrah pada 161 H/778 M. Beliau adalah seorang ulama yang tersohor pada masanya. Beliau termasuk perawi hadits yang terkenal. Seorang zahid yang tidak ada duanya.

Nasehatnya adalah “supaya jangan merusak agamamu.”

Rabiah Al-adawiyah

Nama lengkapnya adalah Ummu al-Khair Rabi’ah binti Ismail Al-Adawiyah al-Qisiyah. Informasi tentang biografinya kurang begitu lengkap. Rabi’ah terkenal dengan ajaran cintanya. Sufi perempuan yang ada pada masa awal Islam.

Salah satu ajarannya yang terkenal tentang cinta, disini dikutipkan nasehat beliau.

“Akad nikah adalah hak Pemilik alam semesta. Sedangkan bagi diriku hal itu tidak ada, karena aku telah berhenti maujud dan telah lepas diri! Aku maujud dalam Tuhan dan diriku sepenuhnya milik-Nya. Aku hidup di dalam naungan firman-Nya. Akad nikah mesti diminta dari-Nya, bukan dariku.”

Pada masa kedua, atau ditandai oleh masa ketiga Hijriyah dan keempat hijriyah. Tokoh yang terkemuka pada masa ini seperti Junaidi Al-Baghdadi atau biasa disebut al-Junaidi.

Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaid bin Muhammad al-Khazzaz al-Nihawandi. Beliau adalah putera seorang pedagang barang pecah belah dan keponakan Surri al-Saqti dan sahabat Haris al-Muhasibi. Keduanya termasuk tokoh yang terkenal pada masa ini.

Junaidi meninggal di Bashrah pada 297 H/910 M. Beliau bermadzhab Syafi’i dan merupakan sahabat dekat Imam Syafi’i.

Disini diambilkan salah satu nasehatnya.

“seandainya pemikiran para pemikir dicurahkan sedalam-dalamnya pada masalah tauhid, pikiran itu akan berakhir dengan kebingungan,” dan beliau melanjutkan, “Ungkapan terbaik adalah ucapan Abu Bakr al-Siddiq: maha suci zat yang tidak menjadikan jalan bagi makhluk-Nya untuk mengenal-Nya, melainkan ketidakmampuan mengenalnya.”

Pada masa ketiga, atau ditandai dengan masa kelima hijriyah. Masa ini mulai tercampur dengan masa para pelaku tasawuf yang falsafi. Sehingga begitu juga sesudahnya. Pada masa keenam hijriyah dan selanjutnya. Meski pada masa selanjutnya terjadi perpecahan dan kekalahan tasawuf falsafi dalam islam karena salah satu serangan pembela tasawuf aklaqi.

Tokohnya pada masa ini adalah al-Ghazali. Beliau melakukan penyerangan terhadap para filosof. Pada masa setelah Ghazali inilah terjadinya pencampuran antara ajaran mistisisme (tasawuf) dengan filsafat. Tokohnya antara lain seperti Suhrawardi al-Maqtul dan Mulla Shadra.

Al-Ghazali bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Tusi al-Syafi’i. Dilahirkan di desa kecil bernama Ghazalah di daerah Tus dekat dengan khurasan. Karena dilahirkan di desa kecil tersebut, nama al-Ghazali diambilkan dari nama kampungnya.

Ghazali pada awalnya merupakan Dosen di Universitas terkemuka di Baghdad, namun menemukan kejenuhan hingga mengarang kitab yang menentang ajaran filsafat dengan judul kitabnya “tafahut al-falasifah” dan mengarang masterpiece-nya di bidang tasawuf akhlak dengan menulis kitab Ihya ‘Ulum al-Din yang terdiri dari empat jilid kitab.

Sejarah Tarekat

Tarekat berasal dari bahasa arab yaitu tharekati yang berarti jalan, keadaan atau aliran. Menurut Harun Nasution, tarekat arti terminologinya adalah jalan yang ditempuh oleh para pelaku tasawuf (calon sufi) agar ia berada dekat dengan Allah SWT. Sehingga kemudia tarekat memiliki arti penggunaan, yaitu tarekat sebagai organisasi. Dalam arti ini tarekat memiliki struktur seperti Syaikh, murid, ajaran, bentuk ritual dan dzikir tersendiri.

Sedangkan hubungan dengan tasawuf terletak pada penggunaan kata tasawuf dan tarekat. Tasawuf diartikan sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sementara tarekat diartikan sebagai cara atau jalan. Dengan begitu untuk merealisasikan usaha mendekat kepada Allah diperlukan adanya jalan untuk menuju ke Allah (dekat). Menurut Risihon Anwar dan Mukhtar Solihin (2000: 166), tarekat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan guru kepada muridnya.

Secara historis, kapan tarekat ada secara lembaga sulit untuk diketahui. Karena pada awalnya tarekat adalah tata cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Yang dilakukan oleh para salik (sebutan untuk orang yang menuju kepada-Nya). Karena pada masa awal, kedua dan ketiga cara ini diajarkan tidak pada lembaga seperti halnya universitas yang telah berdiri pada masa itu.

Namun Harun Nasution menyatakan bahwa setelah al-Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya dikatakan sesat, tasawuf berkembang di dunia Islam, tetapi perkembangannya melalui tarekat. Tarekat adalah organisasi para pengikut sufi-sufi besar yang bertujuan melestarikan ajaran tasawuf gurunya.

Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada periode ini mulai timbul beberapa, dianataranya:

1. Tarekat Yasaviyah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasavi (wafat 1169 M)

2. Tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari (wafat 1389M)

“Ilmu Tasawuf” (Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin 2000: 167-168)

BAHA Udin