Suku Dayak adalah Leluhur Bangsa Indonesia (Part 1)

Bookmark and Share


Kerajaan Purba yang Hilang

Benar adanya jika dikatakan nenek moyang Bangsa Indonesia berasal dari negeri pendatang. Karena seperti yang dikatakan Eddy Sadeli, seorang alumni FH-IPK jurusan Publisitik 1964 dan FH-UI program Praktisi Hukum 1985 dalam tulisannya “Tidak ada Pribumi di Negara Kesatuan Republik Indonesia Bagian 1/3”. Dalam tulisannya yang meninjau dari sudut Anthropologi menjelaskan pada 2.000 tahun sebelum masehi, pulau-pulau di Indonesia kosong melompong. Maka hanya terdapat emigrasi bangsa-bangsa dari luar di antaranya empat bangsa yang melakukan emigrasi pada abad sebelum masehi adalah:



  1. Ras Negroid merupakan gelombang emigrasi penduduk yang pertama datang ke Indonesia dengan ciri berikut : kulit hitam, tinggi, rambut keriting. Ras ini datang dari benua Afrika.



  2. Ras Wedoid merupakan gelombang perpindahan penduduk yang kedua yang datang ke Indonesia dengan ciri berkulit hitam, tubuhnya sedang, jenis rambut keriting. Ras ini datang dari India bagian selatan.




  3. Melayu Tua yang merupakan gelombang perpindahan penduduk yang ketiga dengan ciri-ciri berikut sawo matang, tubuh tidak terlalu tinggi atau sedang dan rambut lurus. Melayu Tua datang dari daerah Tionghoa bagian Selatan yaitu Yunnani Utara tepatnya dari lembah hulu sungai Yang Tze Kiang, Sikiang, Mekong dan sebagainya.



  4. Melayu Muda, yakni gelombang perpindahan penduduk yang ke empat dengan ciri-ciri berkulit sawo matang agak kuning, tubuh tidak terlalu tinggi, sedang dan rambut lurus.



Berdasarkan refrensi awal yang saya miliki, berawal dari Panaturan “Tetek Tatum” yang ditulis oleh Tjilik Riwut. Orang pertama yang menempati bumi atau menurut asumsi saya adalah orang pertama yang menginjakan kakinya di Kalimantan adalah Raja Bunu. Masih juga berdasarkan refrensi awal saya, Raja Bunu memiliki kriteria fisik seperti tokoh-tokoh dipewayangan Mahabrata. Artinya Raja Bunu tersebut adalah orang India yang memiliki warna kulit hitam kemerah-merahan, berambut keriting hitam atau biasa dikenal dengan sebutan Bangsa Brahma. Jika dilihat dari kriteria itu, berarti Raja Bunu merupakan orang India yang termasuk ke dalam Sub Ras Suku Weddoid. Hal ini saya coba mengacu pada catatan lain menyebutkan, jauh sebelum bangsa Austronesia (sebuah bangsa hasil perkawinan silang antar ras mongol dengan ras asli Kalimantan) datang di kepulauan Kalimantan, di kepulauan ini telah hidup dua bangsa besar, bangsa Weddoide dan bangsa Negrito (Wijowarsito, 1957). Menurut Wijowarsito dapat ditelusuri pada garis sejarah dan budaya di dua kota yakni di Bengkayang dan Singkawang. Pada konteks Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang, dalam batas tertentu, orang Dayak yang tersebar di wilayah ini merupakan klan besar dari apa yang dikenal sebagaiKlemantan atau Land Dayak.




Raja Bunu datang ke Tanah Kalimantan yang saat itu masih dikenal dengan sebutan “Tanjung Nagara” atau berarti daratan yang memiliki banyak tanjung. Raja Bunu diperkirakan datang ke Kelimantan pada sekitar 10.000-5.000 tahun lalu atau pada Zaman Batu Baru (Neolitik) yang mana peradaban manusianya sudah tinggal menetap, membina keluarga dan mengenal adat. Mengapa harus Kalimantan, saya beralasan karena pada saat itu adanya desakan imigrasi para imigran Melayu Proto ke Tanah Malaka sehingga penduduk asli yang merupakan bangsa-bangsa yang lebih dulu mendatangi Malaka seperti Bangsa Persia, Orang-orang dari Negeri Rum atau yang dikenal sekarang dengan sebutan Turki dan Orang India bergeser ke daerah lereng bukit dan bahkan terus bergeser masuk ke tengah hutan yang saat itu jarak tempuh Malaka ke Kalimantan masih sangat mudah ditempuh karena belum terjadinya bencana alam besar pada akhir zaman es.



Saat itu Raja Bunu datang ke Kalimantan dengan hanya beberapa orang saja sehingga nama “Raja” pada awal namanya itu bukan berarti gelar kerajaan. Hal itu dikarenakan pada masa kedatangannya memang belum mengenal sistem pemerintahan. Namun saat itu mereka hanya mengenal kelompok atau rombongan mungkin ya, hehe.. yang dikoordinirnya dengan cara kekeluargaan. Namun ketika jumlah anggota mereka bertambah, Raja Bunu mulai memikirkan sistem pemerintahan guna menjaga keutuhan kelompok mereka yang notabene kelompok penghuni tunggal di hutan belantara Kalimantan. Maka pada rentang waktu itu juga Raja Bunu mendirikan sebuah Kerajaan Purba pertama di Indonesia.


Berdasarkan cerita yang diyakini para leluhur Suku Dayak, pada sekitar 3000-1500 tahun lalu atau sudah mulai memasuki Zaman Logam datanglah imigran Bangsa Mongol dari Yunan atau China Selatan dan karena desakan tentara Dinasti Ming. Pada saat itu pula terjadi perkawinan silang antara Bangsa India dan Bangsa Mongol yang melahirkan Suku Dayak dengan warna coklat gelap kemerahan, berambut hitam ikal, dan bermata sipit. Sayangnya, ras perkawinan silang pertama ini sudah punah dan kini kebanyakan masyarakat menilai Suku Dayak asli memiliki warna kulit putih dan bermata sipit seperti yang diyakini oleh masyarakat Kalimantan Barat. Pada zaman kedatangan imigran Bangsa Mongol, mereka membawa kebudayaan yang berbeda yakni telah mengenal logam seperti bejana, sendok, tombak yang terbuat dari perunggu dengan ornamen naga. Hal itu tidak sama seperti yang dibawa Raja Bunu yang masih menggunakan perkakas dari batu.



Berkaitan nama kerajaan purba itu, saya masih belum mendapatkan data otentik untuk memastikan kebenarannya. Semoga saja itu bisa terungkap karena masih dalam proses penelitian. Hanya saja masih berdasarkan cerita yang diyakini oleh kebanyakan masyarakat Suku Dayak, Raja Bunu memiliki dua kakak yang merupakan saudara kembarnya. Mereka adalah Raja Sangiang dan Raja Sangen. Membuka kembali Panaturan “Tetek Tatum”, Kedua saudara kembarnya itu ditakdirkan hidup di langit dan Raja Bunu hidup di bumi. Karena itu kedua saudara kembarnya hidup abadi dan tidak menempati bumi. Ffiuhh…! Saya kurang setuju dengan pernyataan itu. Karena itu tidak masuk akal jika ada manusia yang hidup di langit. Kalau hidup di lereng gunung-gunung tertinggi, saya masih bisa terima. Nah, kalau manusia hidup abadi saya juga kurang setuju. Karena yang saya yakini, setiap yang hidup juga akan menemui fase kematian. Bahkan manusia-manusia yang “moksa” seperti yang dikenal dalam cerita hilangnya Prabu Siliwangi atau “nganyang” dalam istilah sebutan orang Suku Dayak juga akan menemui fase kematian setelah tugas mereka selesai.



Kembali kepada alur cerita kedua saudara kembarnya Raja Bunu yakni Raja Sangiang dan Raja Sangen. Kedua saudaranya itu juga ikut menjejakan kakinya di Kalimantan. Raja Sangiang dan Raja Sangen yang saya yakini menempati lereng gunung-gunung tertinggi di Kalimantan itu memiliki ilmu panjang umur sehingga diasumsikan dalam tulisan Tjilik Riwut hidup abadi. Kalau ini saya sedkit percaya, karena memang orang yang hidup di zaman dulu kebanyakan panjang umur. Apalagi kalau mereka hidup pada zaman sebelum masehi (SM)..!!! Jadi wajar saja kalau mereka hidup sekitar 3 abad bahkan sampai 4 abad lamanya. Ditambah lagi memiliki ilmu panjang umur. Meski ilmu itu jarang dimiliki oleh semua orang zaman dulu, Suku Dayak pada zaman itu mempercayai adanya ilmu panjang umur tersebut.




Pada saat wafatnya Raja Bunu, kerajaannya fakum karena penerus kerajaan yang diturunkan kepada Paninting Tarung melarikan diri. Paninting Tarung adalah putra tunggal Raja Bunu dari pernikahannya dengan Kameluh Tantelueh Pelek yang seorang Bangsa Mongol dari Yunan dengan identifikasi ras berwajah bulat dan warna kulit putih, bermata sipit, dan berambut hitam lurus. Putra mahkota melarikan diri karena enggan menerima tampuk kerajaan. Hingga akhir hayat Raja Bunu, Paninting Tarung tetap menghilang sehingga kerajaan purba tersebut mengalami kekosongan pemimpin hingga beberapa waktu kemudian diteruskan oleh keturunan dari Raja Sangiang yang menikah dengan Putri Mahuntup Bulang yang melahirkan anak bernama Maanyamai. Kemudian diturunkan kepada anak Maanyamai yang bernama Andung Prasap.



Pada masa pemerintahan Andung Prasap, kerajaan purba itu mulai dikenal dengan sebutan Kerajaan Nan Marunai. Sehingga asumsi yang disimpulkan kebanyakan orang, Andung Prasap adalah pendiri Kerajaan Nan Marunai yang kemudian diturunkan kepada putra ketiganya yang bernama Anyan. Anyan merupakan anak ketiga Andung Prasap dari kelima putranya yang bernama Aban, Abal, Anyan, Anum, dan Aju. Kelima putra Andung Prasap ini yang melahirkan lima kelas Suku Dayak di Kalimantan yakni, Aban melahirkan Suku Dayak Iban, Abal melahirkan Suku Dayak Abal, Anyan melahirkan SUku Dayak Manyan, Anum melahirkan Suku Dayak Ot-Danum, dan Aju melahirkan Suku Dayak Ngaju yang menjadi Biaju.



Perlu diketahui juga Kerajaan Nan Marunai tidak sama dengan Kerajaan Nan Sarunai. Nama yang hampir sama tapi jelas sekali kalau kedua nama kerajaan tersebut merupakan dari dua kerajaan yang berbeda. Hal itu didasari pada tahun atau zaman berdirinya kerajaan. Berdasarkan catatan sejarah yang sudah ada, pendiri Kerajaan Nan Sarunai merupakan orang yang berasal dari Pulau Jawa. Hal itu dilihat dari nama gelar pendiri Kerajaan Nan Sarunai yakni Raden Japutra Layar. Dengan demikian, Kerajaan Nan Sarunai berdiri pada masa sudah masehi (M) yang mana Pulau Jawa sudah berpenghuni.



Sedangkan berdasar pada cerita masyarakat Suku Dayak, berdirinya Kerajaan Nan Sarunai dikarenakan hilangnya Kerajaan Nan Marunai setelah kembalinya anak Raja Bunu, putra mahkota yang melarikan diri. Mengapa bisa hilang??? Menurut para tetua Suku Dayak, Raja Sanging yang juga diyakini memiliki ilmu panjang umur menceritakan kalau Paninting Tarung yang merupakan pewaris tahta Kerajaan Nan Marunai dari keturunan Raja Bunu telah moksa atau “nganyang”. Sehingga diyakini alasan hilangnya Kerajaan Nan Marunai atau kerajaan purba yang pertama berdiri di Indonesia itu karena moksanya Raja Paninting Tarung. Hilangnya Kerajaan Nan Marunai bersama rajanya ini hampir mirip dengan cerita Prabu Siliwangi yang moksa bersama kerajaannya. Tapi tentang ceritaan hilangnya kerajaan, bukan merupakan hal yang aneh dalam ceritaan sejarah pada zaman kerajaan. Karena Kerajaan Nan Marunai bukan satu-satunya kerajaan yang menghilang secara misterius tapi ada juga Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Pattani, dan banyak lagi.




***



Sukamara, 11 July 2012


13425027561877987118

Pemakaman kuno Suku Dayak yang di antaranya adalah makam para pengawal Kerajaan Nan Marunai yang ditemukan di Kalimantan Tengah, Indonesia (11/4).


Devia Nalini Sheera