Timbuktu, Kota Legenda Islam di Afrika Barat (2)

Bookmark and Share


Timbuktu, Kota Legenda Islam di Afrika Barat (2)

Muslimah di Timbuktu, Mali, Afrika Barat.
Kota Timbuktu didirikan suku Tuareg Imashagan pada abad ke-11 M. Alkisah, saat musim hujan, suku Tuareg menjelajahi padang rumput hingga ke Arawan untuk mengembalakan hewan peliharaan mereka.

Ketika musim kering tiba, mereka mendatangi sungai Niger untuk mencari rumput. Ketika tinggal di sekitar sungai, suku Tuareg terserang sakit akibat gigitan nyamuk dan air yang menggenang.

Dengan kondisi yang kurang menguntungkan itu, mereka memutuskan untuk menetap beberapa mil dari sungai Niger dan mulai menggali sebuah sumur.

Ketika musim penghujan datang, suku Turareg biasa meninggalkan barang-barang yang berat kepada seorang wanita tua bernama Tin Abutut, yang tinggal dekat sungai. Seiring waktu, nama Tin Abutut berubah menjadi Timbuktu.

Sejak abad ke-11 M, Timbuktu mulai menjadi pelabuhan penting, tempat beragam barang dari Afrika Barat dan Afrika Utara diperdagangkan. Pada era itu, garam merupakan produk yang amat bernilai.

Di Timbuktu garam dijual atau ditukar dengan emas. Kemakmuran kota itu menarik perhatian para sarjana berkulit hitam, pedagang kulit hitam, dan saudagar Arab dari Afrika Utara.

Garam, buku, dan emas mejadi tiga komoditas unggulan yang begitu tinggi angka permintaannya pada era itu. Garam berasal dari wilayah Tegaza dan emas diproduksi dari tambang emas di Boure dan Banbuk.

Sedangkan buku dicetak dan diproduksi para sarjana atau berkulit hitam dan ilmuwan dari Sanhaja. Proses pembangunan pertama kali berlangsung di Timbuktu pada awal abad ke-12 M. Para arsitek Afrika dari Djenne dan arsitek Muslim dari Afrika Utara mulai membangun kota itu.

Pembangunan di Timbuktu berlangsung menandai berkembang pesatnya perdagangan dan ilmu pengetahuan. Saat itu, Raja Soso diserbu kerajaan Ghana. Sehingga, para ilmuwan dari Walata eksodus ke Timbuktu.

Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Heri Ruslan