Fenomena Al-Ghazali (2)

Bookmark and Share


Fenomena Al-Ghazali (1)



Imam Al-Ghazali (ilustrasi).

Upaya membersihkan filasat Islam dari pengaruh para pemikir Yunani yang dilakukan Al-Ghazali itu dikenal sebagai teori occasionalism.

Sosok Al-Ghazali boleh dibilang sangat sulit untuk dipisahkan dari filsafat. Bagi dia, filsafat yang dilontarkan pendahulunya, Al-Farabi dan Ibnu Sina, bukanlah sebuah objek kritik yang mudah, namun juga menjadi komponen penting buat pembelajaran dirinya.

Filsafat dipelajari Al-Ghazali secara serius saat dia tinggal di Baghdad. Sederet buku filsafat pun telah ditulisnya. Salah satu buku filsafat yang disusunnya, antara lain “Maqasid Al-Falasifa” (The Intentions of the Philosophers).

Lalu, ia juga menulis buku filsafat yang juga sangat termasyhur, yakni “Tahafut Al-Falasifa” (The Incoherence of the Philosophers).

Al-Ghazali merupakan tokoh yang memainkan peranan penting dalam memadukan Sufisme dengan Syariah. Konsep-konsep Sufisme dengan sangat baik dikawinkan sang pemikir legendaris itu dengan hukum-hukum Syariah.

Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi Sufisme formal dalam karya-karyanya. Al-Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritisi aliran lainnya.

Ia tertarik dengan Sufisme sejak usia masih belia. Ulama terkemuka yang terlahir di Kota Tus, Khurasan, Iran, pada 1058 M itu bernama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad Al-Tusi Al-Syafi'i Al-Ghazali.

Ia sudah menjadi anak yatim sejak masih belia. Meski begitu, Al-Ghazali berkesempatan mengenyam pendidikan yang sangat berkualitas. Minat belajarnya telah tumbuh sejak masih cilik.


Redaktur: Chairul Akhmad
Reporter: Heri Ruslan