Alasan Kenapa INA Tak Pernah Jadi Negara Besar

Bookmark and Share


Merah Putih itu Telah pudar oleh anak Bangsanya sendiri.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Jasa-jasa Pahlawannya kata Bung Karno. Namun bangsa ini selalu melupakan jasa para pejuang terdahulunya, Apresiasi pemerintah terhadap veteran terbilang minim. Bahkan, tak jarang para pahlwan yang dulunya mengorbankan harta benda dan nyawanya, sekarang hidup memprihatinkan bahkan tak jarang terlunta-lunta.

Beberapa veteran yang masih hidup seakan di lupakan oleh bangsa yang pernah Ia bela. Ilyas Karim, seorang veteran perang kemerdekaan dan juga saksi pengibaran bendera pusaka saat 17 Agustus 1945, kini hidupnya jauh dari kesejahteraan. Kini ia tinggal dilahan pinjaman, di perkampungan padat pinggiran rel kereta Jabodetabek dikawasan Kalibata. Rumah pinjamannya itu berukuran 10×7 meter bercat biru kusam. Semula ia tinggal di Asrama Siliwangi,yang pada tahun 1982 dirinya diusir tanpa uang pengganti, lokasi tersebut kini berdiri kantor Kemenkeu.seperti dikutip dari Blog wahyu Room.


Kini pendapatannya hanya bersumber dari uang pensiunan TNI AD golongan A, sebesar 1,5 juta per bulan, untuk hidup bersama dengan istrinya, meskipun seharusnya ia berhak mendapat tambahan tunjangan 500 ribu sebagai veteran, tunjangan tersebut tidak dapat diambil karena terbentur peraturan yang ada. Terangnya seperti yang dilansir dari Blog tersebut.



Kondisi yang nyaris sama juga dialami oleh Veteran perang Seroja Timor-timur, Suwarno. Perlawanan menghadapi Fretelin meninggalakan kecacatan di tubuhnya, satu kaki harus diamputasi, sehingga sehari-hari ia menggunakan tongkat untuk berjalan. Terminal yang berada di depan Wisma Seroja menjadikan ia sebagai keamanan disana sehingga dapat menyumbang dalam biaya hidup sehari-hari. Sang Istri juga ikut membantu mengerjakan orderan merakit Korek Api sehingga membantu keuangan nya.


Tidak jauh berbeda juga dialami oleh Ngatijo veteran Heiho ini hidup dengan kondisi sangat sederhana di Kabupaten Sleman. Asap granat dan desingan bunyi Peluru yang silih berganti mengusir Kompeni di Semarang nyaris tidak dapat ia nikmati. Walapun memeliki keterbatan ia tetap menjalani hidup dengan semangat. Sejumlah pekerjaan ia lakoni, mulai dari gembali kambing sampai jadi tukang pijat, untuk membesarkan anak-anaknya.


Kenapa bangasa ini tidak pernah menghargai perjuangan mereka, Indonesia jauh dari sisi kemanusian. Elitenya hanya sibuk mengurusi diri sendiri dan golongannya. Pahlawan yang seharusnya ditempat di posisi yang paling tinggi. Akan tetapi, tidak pernah terpehatikan. Negara ini sudah Durhaka terhadap pejuang yang sudah mengorbankan apapun demi kemerdekaan yang kita nikmati sekarang. Sampai sekarang tidak ada itikad baik pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan mereka, kecuali pernghargaan-pengharagaan dan upacara pada 17 agustus. Selebihnya, nihil.


merujuk pada Statment Bung Karno, maka Indonesia tak heran kalau Indonesia tak akan pernah menjadi negara besar. karena, Bangsa ini tidak pernah menghargai jasa-jasa orang yang sudah mempertaruhkan nyawa, demi kebebasan dari belengggu penjajah. Bandingkan, dengan Negara-negara maju. Mereka, begitu menghargai jasa Pahlawannya,berbagai fasilitas diberikan oleh negara. Dari rumah, sampai tunjangan hari tua.


Elite kita lebih peduli pada nasib mereka sendiri, menghamburkan uang buat kegiatan yang tak bermanfaat. Membangun kemewahan plus Ekslufitas diatas perjuangan orang-orang yang telah memberikan hidupnya pada bangsa. Sedangkan mreka, meraup uang negara tanpa mempedulikan lingkungan dan generasi selanjutnya.


Kerakusan dan ketamakan akan kekuasaan dengan minimnya sensistifitas terhadap oranglaiin, membuat bangsa kita berada di pinggir jurang. Bung Hatta pernah berucap, bahwasanya “jika otoriter dan karakusan menghinggapi diri Pemimpin, maka Negara akan tenggelam kedalam lautan”.


Jefri Hidayat