Andalusia, Kegetiran Sejarah Islam

Bookmark and Share


Menghadapi dunia dewasa ini hendaknya umat Islam mengamati kenyataan, belajar sejarah dan “belajar dari sejarah”. Dunia Islam telah berjalan selama lebih dari 1400 tahun dan mengalami pasang-surut. Masih kalah dengan dunia Kristen yang lebih dari 2000 tahun dan sekarang memimpin. Ingat tragedi penyerahan Kordoba Andalusia yang sangat getir dan menyakitkan semua umat Islam.


Penyebab kemunduran umat Islam di Andalusia bukan karena kehebatan dan kekuatan tentara Salib, melainkan karena pertikaian internal dan dekadensi moral.


Pada periode 912-1013 M, umat Islam mengalami kemajuan yang luar biasa, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun sosial budaya. Umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd al-Rahman al-Nasir mendirikan universitas Cordova. Pada masa keemasan itu khilafah Andalus mempunyai kekuatan tentara yang tidak tertandingi, yang kalau bergerak laksana gemuruh gelombang samudera. Tetapi periode ini selanjutnya harus berujung dengan berangsur memudar, kekacauan, perpecahan, dan berakhir dengan diserahkannya kunci kota Granada benteng terakhir kekhalifahan pada tahun 1469.


Suatu fenomena aneh dalam pemerintahan karena politik kediktatoran yakni memakai sistem perwalian. Hal ini diambil karena khalifahHisyam II yang diangkat masih kecil, berumur 12 tahun yakni pada tahun 976 M. Wali pertama adalah Muhammad bin ‘Amir al-Manshur, seorang ambisius dan licik yang menghabisi semua teman seperjuangannya. Perdana Menteri al-Mushafy, Panglima Ghalib dan orang-orang Slaves yang setia dengan khalifah dibantainya. Masyarakat Andalus lupa kepada khalifah yang sesungguhnya.


Peran wali mencapai puncaknya pada masa Abdurahman al-Makmun, ketika dia memaksa khalifah untuk mengangkatnya sebagai putra mahkota. Timbullah kesadaran masyarakat Andalus untuk mengembalikan khilafah kepada Bani Umawiyah yang sebenarnya. Pada tahun 1008 M terjadilah kudeta militer yang dipimpin oleh Muhammad bin Hisyam putra khalifah sendiri. Menduduki kursi khilafah dengan gelar al-Mahdi.


Terjadi kekacauan politik yang besar disebabkan perebutan kekuasaan antar orang-orang Umawiyah. Mereka lebih suka minta bantuan kepada kerajaan Kristen di Utara, meskipun dengan imbalan penyerahan kota-kota dan benteng-benteng Andalus dan dibolehkannya tentara kristen Spanyol untuk berbuat semaunya di Cordova. Al-Mahdi lebih suka bergaul dengan Ramon III de Barcelona, sementara Sulaiman al-Mustaîn minta tolong kepada Sanco Garcia dari Castilia dalam menghadapi al-Mahdi. Sebuah jalan bagi kristen untuk memenangi perang salib di Andalus pada akhirnya.



Selama 22 tahun periode kekacauan politik, Andalus diperintah oleh 14 khalifah dengan jarak masa yang saling berdekatan. Kesemuanya berakhir dengan pembunuhan. Karena sering terjadinya pertumpahan darah, bencana kemanusiaan dan peradaban pun tidak bisa dihindari. Pembunuhan, pencurian, pembakaran istana dan benteng Cordova, dan jatuhnya kota-kota ke tangan tentara kristen baik melalui perebutan maupun penyerahan suka rela.


Ketidak-pastian politik di Andalus selama masa ini menghancurkan semua sektor kehidupan, industri, perdagangan, pertanian bahkan kelaparan, paceklik, wabah penyakit menular dan bencana merajalela. Rakyat kehilangan raut muka dan jati diri yang hidup dalam gelombang kegetiran dan kepahitan. Rakyat ditikam-cekam rasa ketakutan.


EPILOG

Sejak itu dunia Islam tidak mampu bangkit kembali, bahkan menjadi introvert dan mencanggih-canggihkan diri. Dalam sejarah modern dunia Islam harus rela menjadi budak kolonialis neo-kolonialis. Lagi-lagi hal itu karena ada konspirasi antara para penguasa Islam sendiri dengan pihak kolonialis.


Umat Islam telah mengalami krisis karakter karena salah ajaran hingga tidak mampu menanggapi tantangan-tantangan (challenge and response). Itulah “the prime cause”. Bhw ada “pihak luar” yang bermain kotor itu sangat boleh jadi. Tetapi sebenarnya itu “secondary”. Konsolidasi, introspeksi dan retrospeksi menjadi mutlak dan bijaksana.

Wassalam
Soetarno Wreda